Jumat, 06 Desember 2013

penginapan

Villa Azalia

Villa Azalia
Villa Azalia menawarkan tempat peristirahatan yang tenang dalam lingkungan udara segar di Sarangan. Akomodasi ini berselang 5 menit jalan kaki dari Telaga Sarangan, menyediakan akses Wi-Fi gratis di seluruh areanya. Kegiatan berkuda dapat diatur berdasarkan permintaan.
Air terjun Tirta Sari berjarak 5 km, sementara kota Magetan berselang 30 menit berkendara dari Villa Azalia. Bandara Adi Sumarmo di Solo dapat dijangkau dengan 2 jam berkendara.
Kamar-kamarnya dilengkapi meja, ketel listrik, dan TV layar datar. Anda juga dapat bersantai di area untuk duduk bersantai yang tersedia. Kamar mandi dalamnya menyediakan bathtub, shower air panas, serta perlengkapan mandi gratis.
Staf dapat mengatur layanan-antar jemput ke bandara dan tempat lain dengan dikenakan biaya tambahan
Pemesanan terakhir 3 Desember
Terletak di daerah pegunungan Sarangan, Jawa Timur, Hotel Sarangan memiliki kamar-kamar dengan TV dan kamar mandi pribadi. Hotel ini menyediakan Wi-Fi gratis di area lobi 24 jam.
Hotel Sarangan berjarak 5 menit jalan kaki menuju Kampoeng Pinus Sarangan dan Telaga Sarangan. Stasiun Bus Maospati dapat dicapai dalam 30 menit berkendara. Diperlukan waktu sekitar 1,5 jam berkendara dari Bandara Adi Sumarmo di kota Solo.
Menawarkan pemandangan taman, semua kamarnya dilengkapi dengan meja, lemari, dan TV. Setiap kamar memiliki kamar mandi en suite yang mencakup shower air panas. Beberapa kamarnya memiliki ruang tamu dengan sofa.
Layanan binatu tersedia dengan biaya tambahan. Penyewaan mobil dan layanan kamar juga disediakan di hotel.
Masakan Indonesia dan Eropa disajikan di Srikandi Restaurant.

Grand Venezia Hotel


Grand Venezia Hotel
Grand Venezia Hotel menawarkan bantuan meja depan 24 jam dan kamar-kamar dengan kamar mandi dalam, 5 menit berjalan kaki dari Danau Wahyu. Tempat parkir disediakan secara gratis jika Anda datang dengan kendaraan.Berjarak 2 menit berkendaraan dari Pasar Plaosan, Grand Venezia Hotel terletak sejauh 5 menit berkendara dari Danau Sarangan. Dibutuhkan 90 menit berkendara untuk mencapai Bandara Internasional Adi Sucipto dari hotel. Semua kamarnya dilengkapi dengan lemari, meja, dan TV. Anda dapat memanfaatkan peralatan mandi gratis di kamar mandi pribadi. Berbagai kenyamanan yang ditawarkan oleh hotel meliputi layanan binatu dan penyewaan mobil. Layanan antar jemput ke daerah sekitarnya dan penjemputan bandara juga ditawarkan dengan biaya tambahan.

Puspa Sarangan
Puspa Sarangan menyediakan akomodasi di tepi danau yang dikelilingi lanskap natural. Berada tidak jauh dari Telaga, hotel ini menyediakan Wi-Fi gratis di seluruh area dan dapat mengatur perjalanan mendaki. Tersedia sebuah restoran, fasilitas karaoke dan barbekyu di lokasi.
Kamar-kamar Puspa Sarangan yang sederhana dilengkapi lantai keramik dan seprai bersih. Setiap kamar dilengkapi meja kerja, lemari pakaian, dan TV layar datar. Kamar mandi pribadinya menawarkan shower dan perlengkapan mandi.
Anda dapat mengikuti kegiatan mendaki ke Air Terjun Ngadiloyo yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki 1 jam, atau ke Gunung Lawu yang memakan waktu 8 jam berjalan kaki. Bandara Adi Sumarmo berjarak 2 jam berkendara.
Anda dapat memancing di danau atau menyewa mobil dan menjelajahi daerah sekitar. Puspa Sarangan menyediakan fasilitas pertemuan/perjamuan, dan tempat parkir gratis.
Restoran hotel menyajikan berbagai masakan Indonesia. Makanan juga dapat dinikmati di dalam kamar Anda.

Villa Pinaringan


Villa Pinaringan
Villa Pinaringan memiliki akomodasi yang luas dengan udara segar di Sarangan, 2 menit berjalan kaki dari Danau Sarangan. Masing-masing unitnya menawarkan teras pribadi dan ruang parkir gratis. Anda dapat bersantai dengan pijat menenangkan di dalam vila.
Pasar sayur Sarangan berjarak hanya 3 menit jalan kaki dari Villa Pinaringan, sedangkan Danau Wahyu dapat dicapai dalam 10 menit berkendara. Dibutuhkan 90 menit berkendara dari vila menuju Bandara Adi Sumarmo.
Masing-masing rumah memiliki ruang duduk dengan seperangkat sofa dan TV satelit. Dapur dan ruang makan juga tersedia. Kamar mandi en suitenya menyediakan fasilitas shower dan toilet.
Menyediakan meja depan 24 jam, vila ini memiliki taman bermain anak-anak. Kenyamanan yang ditawarkan meliputi layanan dry cleaning dan penyewaan mobil.

Griya Tawang 


Griya Tawang
Terletak di kawasan pegunungan Tawang Mangu, Griya Tawang menawarkan akomodasi tradisional bergaya Jawa di tengah persawahan yang tenang. Akomodasi ini memiliki sebuah restoran dan menyediakan tempat parkir gratis serta Wi-Fi gratis di seluruh areanya.
Kamar-kamarnya berperabotan simpel dengan hawa sejuk alami, dan menyediakan TV dan balkon yang menghadap taman. Masing-masing unit menawarkan area tempat duduk, meja, dan kamar mandi pribadi dengan fasilitas shower air panas/dingin.
Anda dapat memanjakan diri dengan layanan pijat relaksasi atau berkeliling dengan naik sepeda. Anda juga dapat melakukan hiking atau berjalan-jalan santai di taman.
Griya Tawang Restaurant menyajikan berbagai hidangan Indonesia dan Cina. Hidangan untuk dinikmati di dalam kamar tersedia melalui layanan kamar.
Griya Tawang berjarak 15 menit berkendara dari Air Terjun Grojogan Sewu, dan 30 menit berkendara dari Kota Solo. Bandara Adi Sucipto dapat dicapai dalam 1 jam berkendara.

Jawa Dwipa Heritage Resort and Convention

Jawa Dwipa Heritage Resort and Convention
Jawa Dwipa Heritage Resort and Convention adalah resor bintang 4 dengan kolam renang outdoor dan parkir gratis. Restoran Sriwedari di resor ini menyajikan masakan Indonesia dan Cina. Tawang Mangu, di mana Air Terjun Grojogan Sewu berlokasi, dapat dicapai dalam 15 menit berkendara dari resor.
Semua kamarnya berperabotan simpel dan dilengkapi dengan meja dan TV layar datar. Kamar mandi en suite-nya menawarkan shower.
Jawa Dwipa Heritage Resort berjarak 20 menit berkendara dari Candi Sukuh dan Canti Cetho. Bandara Internasional Adisumarmo terletak sejauh 45 menit berkendara dari resor. Layanan penyewaan mobil dan antar-jemput bandara tersedia dengan biaya tambahan.
Wisata sehari dapat direncanakan di meja layanan wisata. Resor juga menyediakan layanan binatu dan meja depan 24 jam.

Kamis, 05 Desember 2013

Budaya Larung Sesaji di Sarangan

Tradisi Larung Tumpeng di Telaga Sarangan Magetan
 
Tradisi Larung Tumpeng di Telaga Sarangan Magetan
sudah ada bertahun tahun silam.adalah satu cara untuk melestarikan budaya Jawa bagi masyarakat Magetan.Tradisi yang dilakukan dalam nuansa ritual ini dilakukan demi keselamatan warga Kabupaten Magetan.
 Pemerintah setempat menggelar acara Labuh Sesaji Gono Bahu dengan melarungkan tumpeng hasil bumi di tengah telaga Pasir Sarangan. Larung Sesaji dengan melarungkan satu buah tumpeng setinggi 3 meter di ikuti 2 gunungan palawija yang berisikan hasil bumi asli warga Magetan meliputi padi (nasi), pala wija, kentang, wortel, jagung dan sayur – sayuran lainnya.
entah kapan Kegiatan Ritual ini dilakukan yang pasti akan mendatangkanWisatawan dari penjuru manapun untuk melihat Larung Tumpeng Sarangan.
acara Labuh sesaji tersebuh diadakan setiap tahunnya sekali pada bulan Jawa Ruwah dan bisa meningkatkan  penghasilan penduduk Sarangan
Sementara itu Sumantri Bupati Magetan  menjelaskan Pemkab Magetan mentargetkan pengunjung yang saat ini 500 ribu pertahun menjadi 3 juta wisatwan pertahun.

Pemerintah Kabupaten Magetan telah mengemas acara larung sesaji ini semenarik mungkin, dengan menggunakan busana adat yang dipadukan dengan batik asli Magetan Batik Pring Sedapur dan hiburan kesenian lainnya.

Acara Larung Sesaji Telaga Sarangan ini dipimpin langsung oleh Bupati Magetan Sumantri dan dihadiri oleh para pejabat daerah Kabupaten Magetan.
Tradisi Larung Tumpeng ini juga membuat arus lalu lintas di pinggir telaga macet akibat padatnya pengunjung dan pasti akan menimbulkan kecelakaan kecelakanan yang tidak diinginkan

 
larung Tumpeng sarangan jaman dulu yang disaksikan oleh wisatawan yang begitu padat.dulu Mobil sangat jarang,tetapi pengunjung disana begitu padat.apalagi sekarang bisa bisa sarangan menjadi Padat Total


Rasanya belum lengkap menjelajah bagian tengah pulau Jawa, bila tak mengunjungi daerah gunung Lawu.  Gunung yang berada di antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur ini, ternyata menyimpan banyak cerita didalamnya. Mulai dari candi-candi, air terjun tempat bertapa, kebiasaan memakan sate kelinci, kawah belerang, hingga kuburan raja Majapahit dipuncak Lawu.

puncak lawu  
 
Puncak gunung Lawu terlihat dari kejauhan setelah melewati pos 4/Cokro Suryo menuju Hargo Dalem
Dengan perhitungan yang cermat, ternyata hampir keseluruhan lokasi menarik di area gunung Lawu tersebut, bisa ditempuh hanya dalam waktu dua hari satu malam saja. Seperti perjalanan yang pernah dilakukan penulis,  pada akhir minggu ketiga Juli 2012 lalu.
Awal perjalanan dimulai dari kota Solo, Jawa Tengah pada pagi hari. Dari kota Solo, ke arah Tawangmangu, kemudian menuju Sarangan. Perjalanan menuju Sarangan dari Solo, akan melewati beberapa lokasi peninggalan kerajaan Majapahit.
Lokasi pertama yang menarik untuk dikunjungi merupakan kompleks candi Cetho dan Sukuh. Kompleks candi tersebut berada di kiri jalan sebelum terminal Tawangmangu. Jalan menuju candi-candi tersebut terlihat mudah, karena terdapat gapura besar dibagian kiri jalan. Setelah melewati gapura, jalan akan terpecah dua lagi, menuju ke masing-masing candi.
Candi Cetho dan Sukuh berada di lereng utara, gunung Lawu. Merupakan peninggalan terakhir yang dibangun oleh raja Majapahit terakhir, Brawijaya V. Kompleks candi kebanyakan berisi bangunan-bangunan untuk bersembahyang, dengan bentuk punden. Banyak hal unik dikompleks candi tersebut. Termasuk ukiran-ukiran di dinding candi. Salah satu ukiran yang menarik merupakan gambar tentara, yang berada di candi Sukuh. Dalam ukiran tersebut terlihat pakaian perang yang digunakan tentara mirip dengan yang dimiliki bangsa Arya, pembuat piramida di pegunungan Inca.
Perjalanan bisa dilanjutkan dengan keluar dulu dari kompleks candi, dan kembali menuju jalan menuju Tawangmangu. Di dekat terminal Tawangmangu, terdapat air terjun Grojogan Sewu yang sudah kondang namanya. Dengan tinggi mencapai 81 meter, air terjun ini termasuk salah satu yang tertinggi di pulau Jawa. Bisa juga menuju puncak air terjun dengan meniti tangga didekatnya. Tapi lebih menarik berendam sebentar di telaga bawah air terjun.
Usai berendam, biasanya perut lapar memanggil. Tak perlu repot-repot mencari makanan, disekitar air terjun Grojogan Sewu terdapat banyak tempat makan, yang menawarkan sate kelinci. Menurut beberapa sumber, kebiasaan memakan sate kelinci ini juga merupakan peninggalan orang-orang Majapahit. Kalau dulu, mungkin hanya raja yang bisa sering makan sate kelinci, sekarang siapa saja bisa makan sate tersebut, asal punya uang cukup.
Setelah kenyang, banyak lagi yang bisa dilihat bila melanjutkan perjalanan ke Sarangan. Salah satunya melihat koleksi tanaman obat di Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO). Bangunan BPTO berada di bagian sebelah kanan jalan, sebelum pos pendakian Cemoro Kandang.  Di dalam BPTO terdapat banyak koleksi tanaman obat, yang diwariskan dari jaman kerajaan Majapahit dulu. Ramuan dan resep untuk berbagai penyakit juga bisa didapatkan, melalui campuran tanaman obat tersebut.
Bila perjalanan diteruskan, maka akan menemui daerah Poncolono. Di sini dapat juga merasakan mandi dengan air belerang. Selain itu dapat juga melihat pemandangan lepas ke arah Jawa Timur. Pemandangan dari Poncolono akan makin indah pada saat sore hari. Pemandangan akan terlihat luas dengan variasi pandangan antara hutan dan kota-kota kecil, dengan liukan jalan.
Sebelum malam makin gelap, sebaiknya kembali menuju kota Tawangmangu. Banyak terdapat penginapan dikota tersebut. Harga yang ditawarkan bervariasi pula. Namun dengan pelayanan yang tidak mengecewakan. Paling tidak bisa beristirahat dengan lebih nyaman, sebelum mendaki ke puncak gunung Lawu, pada hari berikutnya.
Peninggalan Majapahit tak hanya air terjun, makan sate kelinci, dan tanaman obat. Berjalan menuju puncak gunung Lawu, juga harus dilakukan. Mengingat lokasi moksa raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, berada tak jauh dari puncak Lawu.
Usahakan sepagi mungkin sudah pergi dari penginapan di Tawangmangu. Langsung menuju pos pendakian Cemoro Kandang, yang berada disebelah kiri jalan sebelum perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sebenarnya mendaki ke puncak gunung Lawu, lazimnya bisa ditempuh melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Cemoro Sewu, Cemoro Kandang dan jalur candi Cetho. Kalau melalui Cemoro Sewu, jalur cenderung terjal, meskipun lebih dekat. Sementara jalur candi Cetho, terlalu jauh karena bisa memakan waktu hingga 13 jam, hanya untuk mendaki saja. Jalur terbaik menurut Ngarai.com adalah melalui pos pendakian Cemoro Kandang. Karena jalur cenderung datar, sehingga dapat ditempuh oleh berbagai umur, asalkan memiliki stamina sehat untuk mendaki gunung. Sementara masalah waktu tempuh, jalur Cemoro Kandang sebenarnya hanya berbeda waktu tempuh sedikit lebih lama, daripada jalur Cemoro Sewu.
Setelah melakukan proses perijinan di pos pendakian Cemoro Kandang, perjalanan dimulai menuju Pos 1 yang bernama Taman Sari Bawah. Pos 1 ini berada di ketinggian 2.300 meter diatas permukaan laut (mdpl). Jarak tempuhnya hanya sekitar satu jam dari pos awal Cemoro Kandang.
Menuju Pos 2 yang bernama Taman Sari Atas, kondisi jalur tak banyak berubah. Dominan dipenuhi tumbuhan pohon kecil dipinggir jalur. Keseluruhan trek dapat dengan mudah dilewati, karena sangat jelas dan tidak memiliki kemiringan terjal. Di Pos 2 dapat juga melihat kawah Candradimuko, yang masih kerap mengepulkan asap tebal.


lawu map

Peta jalur pendakian ke puncak gunung Lawu, melalui Cemoro Kandang
Setelah melewati dua buah jalan lembah memutar, akan ditemui pos bayangan.
Dari pos 2 ke pos bayangan, bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit. Jalur kemudian mulai menanjak dari pos bayangan menuju pos 3, atau sering disebut Penggik. Jalur menuju Penggik ini diperkirakan menjadi yang terjauh, karena bisa menempuh waktu sampai 90 menit. Namun keindahan gunung Lawu mulai terlihat dijalur menuju pos 3 tersebut, karena hutan mulai terbuka dan menyajikan panorama pegunungan disekitar Lawu.
Menuju pos 4, perjalanan makin terasa berat karena mendaki, dan kebanyakan berisi tanah bebatuan keras. Namun bila sudah mencapai pos 4, rasa lelah seketika hilang. Pos 4 atau dikenal sebagai Cokro Suryo merupakan tanah datar yang berada diantara beberapa puncakan bukit. Kebanyakan alas tanah dipenuhi rumput, sehingga terasa sejuk bila sebentar berbaring diatasnya. Diantara rumput-rumput itu juga tersisa sebuah tempat persembahan, yang hingga kini masih dipergunakan oleh orang-orang  yang khusus datang untuk melakukan ritual.
Dari Cokro Suryo, perjalanan dilanjutkan dengan membelah sadel punggungan bukit. Setelah sadel, puncak gunung Lawu, yang disebut Hargo Dumilah akan terlihat dikejauhan. Namun sebelum mencapai puncak harus melewati dulu jalan datar memutar menuju ke bagian belakang sisi puncak. Kemudian akan ditemukan pertigaan, yang bila diteruskan akan menuju jalur Cemoro Sewu. Bila merasa lapar dan kurang membawa makanan, bisa meneruskan dahulu ke jalur Cemoro Sewu tersebut, karena akan menemukan warung Mbok Yem. Warung tersebut selalu buka setiap waktu, dan siap menerima tamu dengan pelayanan semampunya. Bila terasa masih mampu, di pertigaan sebelum warung Mbok Yem, ambil jalur ke kanan yang menuju puncak. Setelah berjalan mendaki selama kurang lebih 30 menit maka akan ditemui tugu besar bernama Hargo Dumilah, yang juga merupakan puncak dari gunung Lawu.
Tak jauh dari warung Mbok Yem terdapat lokasi moksa, raja Brawijaya V. Disana terdapat bangunan dengan dua pilar didepannya. Biasanya di awal bulan Muharram banyak orang yang datang, untuk melakukan ritual penyembahan di lokasi moksa raja Brawijaya V, yang disebut Hargo Dalem ini.
Total pendakian ke puncak Lawu, dari Cemoro Kandang bisa ditempuh selama enam jam. Sementara waktu turun bisa empat jam, melalui jalur yang sama. Jadi hanya perlu 10 jam untuk naik dan turun di gunung Lawu. Dengan waktu tak terlalu lama seperti itu disarankan tidak terlalu banyak membawa peralatan untuk mendaki. Sediakan air dan makanan seperlunya, dan persiapkan juga sarana transportasi untuk membawa kembali ke Solo pada malam hari.





Candi Cetho (ejaan bahasa Jawa: cethå) merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.
Sampai saat ini, komplek candi digunakan oleh penduduk setempat yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan dan populer sebagai tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen.

 

Susunan bangunan


 Gapura Candi Cetho

Ketika ditemukan keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu pada empat belas dataran bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur, meskipun pada saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras membuat munculnya dugaan akan kebangkitan kembali kultur asli ("punden berundak") pada masa itu, yang disintesis dengan agama Hindu. Dugaan ini diperkuat dengan bentuk tubuh pada relief seperti wayang kulit, yang mirip dengan penggambaran di Candi Sukuh.
Pemugaran yang dilakukan oleh Humardani, asisten pribadi Suharto, pada akhir 1970-an mengubah banyak struktur asli candi, meskipun konsep punden berundak tetap dipertahankan. Pemugaran ini banyak dikritik oleh pakar arkeologi, mengingat bahwa pemugaran situs purbakala tidak dapat dilakukan tanpa studi yang mendalam. Bangunan baru hasil pemugaran adalah gapura megah di muka, bangunan-bangunan dari kayu tempat pertapaan, patung-patung Sabdapalon, Nayagenggong, Brawijaya V, serta phallus, dan bangunan kubus pada bagian puncak punden.
Selanjutnya, Bupati Karanganyar, Rina Iriani, dengan alasan untuk menyemarakkan gairah keberagamaan di sekitar candi, menempatkan arca Dewi Saraswati, sumbangan dari Kabupaten Gianyar, pada bagian timur kompleks candi.
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
Pada aras ketiga terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit (diduga sebagai lambang Majapahit), dan simbol phallus (penis, alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik (piercing) bertipe ampallang. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Simbol-simbol hewan yang ada, dapat dibaca sebagai suryasengkala berangka tahun 1373 Saka, atau 1451 era modern.
Pada aras selanjutnya dapat ditemui jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah Sudhamala, seperti yang terdapat pula di Candi Sukuh. Kisah ini masih populer di kalangan masyarakat Jawa sebagai dasar upacara ruwatan. Dua aras berikutnya memuat bangunan-bangunan pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Sampai saat ini pendapa-pendapa tersebut digunakan sebagai tempat pelangsungan upacara-upacara keagamaan. Pada aras ketujuh dapat ditemui dua arca di sisi utara dan selatan. Di sisi utara merupakan arca Sabdapalon dan di selatan Nayagenggong, dua tokoh setengah mitos (banyak yang menganggap sebetulnya keduanya adalah satu orang) yang diyakini sebagai abdi dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya V.
Pada aras kedelapan terdapat arca phallus (disebut "kuntobimo") di sisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa. Pemujaan terhadap arca phallus melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi setempat. Aras terakhir (kesembilan) adalah aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Di sini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.
Di sebelah atas bangunan Candi Cetho terdapat sebuah bangunan yang pada masa lalu digunakan sebagai tempat membersihkan diri sebelum melaksanakan upacara ritual peribadahan (patirtan). Di dekat bangunan candi, dengan menuruni lereng yang terjal, ditemukan lagi sebuah kompleks bangunan candi yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Candi Kethek ("Candi Kera").

TAWANGMANGU - Menikmati Segarnya Air Terjun Grojogan Sewu di Lereng Gunung Lawu

Meski berada di garis ekuator dengan suhu udara panas dan lembab, Indonesia dianugerahi dengan banyak pegunungan yang menawarkan kesejukan. Salah satunya adalah Tawangmangu, kurang lebih 37 km sebelah timur Solo. Meskipun terletak di lereng gunung, kawasan wisata ini termasuk salah satu yang paling mudah untuk dikunjungi. Angkutan bus umum hampir setiap saat siap mengantar para wisatawan sampai ke terminal utama. Perjalanan darat selama kurang lebih 1,5 jam dari terminal Solo sudah menjadi daya tarik tersendiri. Pemandangan indah areal persawahan di kiri dan kanan jalan siap menyapa begitu memasuki wilayah Karanganyar.
Suasana pagi Tawangmangu sangat indah dan eksotik. Udara dingin khas pegunungan dan kabut dari puncak gunung yang menyelimuti memberikan aura keindahan tersendiri. Berjalan-jalan sambil menikmati indahnya areal persawahan, melihat aktivitas penduduk di pagi hari, ataupun menjelajahi pasar sangat manjur untuk menghilangkan penat dari kesibukan sehari-hari. Tawangmangu juga populer dengan produksi sayur dan buah-buahan segar. Sawah-sawah yang ditanami sawi, wortel, lobak, strawberry, dan aneka hasil bumi lainnya membentang dimana-mana.
YogYES juga mengunjungi sebuah air terjun setinggi 81 meter yang terletak di kawasan ini. Grojogan Sewu yang berarti "seribu air terjun", air terjun ini terletak di dalam sebuah kawasan hutan lindung seluas 20 ha. Area wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas flying fox, arung jeram kecil, duta playground dengan pemancingannya, dan arena outbond dengan taman lalu lintas dan kereta pohon. Tak hanya manusia, ribuan kera juga betah berlama-lama di sini. Mereka berkeliaran dengan bebas tanpa rasa takut pada manusia. Meskipun nampak jinak, namun kita harus tetap waspada karena sewaktu-waktu mereka bisa tiba-tiba mengambil tas ataupun barang bawaan lainnya.
Pedagang makanan dan minuman bertebaran di sekitar air terjun, siap menjadi tempat melepas lelah atau bersantai menikmati udara segar di bawah pepohonan rindang. Makanan yang paling terkenal adalah sate kelinci. Daging kelinci yang sedikit alot namun memiliki serat daging yang lembut dipadu dengan sambal kacang, irisan cabe dan bawang merah, disajikan bersama lontong. Menurut para ahli, selain rendah kolesterol daging kelinci juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Daging kelinci mengandung zat yang disebut senyawa kitotefin. Senyawa ini apabila digabungkan dengan senyawa lain seperti omega 3 dan 9 disinyalir bisa untuk menyembuhkan penyakit asma. Berdasarkan pengalaman beberapa orang, daging ini juga berkhasiat menurunkan kadar gula bagi para penderita diabetes, sementara otaknya berkhasiat sebagai penyubur kandungan wanita.
Jalan Jalur menuju Telaga Sarangan
Sekilas tentang Magetan
 
 
Kabupaten mungil, namun beriklim sejuk, pantas disematkan saat Anda berkunjung ke Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Selain terkenal dengan potensi wisata Telaga Sarangan, Kabupaten ini juga di kenal dengan daerah penghasil produk kerajinan dari kulit . 
Ya, apabila hendak berwisata di Telaga Sarangan, rasanya belum lengkap kalau belum singgah kesebuah Sentra Industri yang berada di jalur perjalanan menuju Telaga Sarangan. Sentra apakah itu? Di Kabupaten Magetan terdapat sebuah Sentra Industri yang khusus memproduksi kerajinan dari kulit. Sentra ini dipusatkan di jalan Sawo kelurahan Selosari, sekitar 1 Kilometer arah barat Kota Magetan. Sepanjang memasuki kawasan wisata belanja ini, Anda akan dimanjakan dengan etalase toko yang memajang berbagai model sandal, sepatu, tas, ikat pinggang, jaket, aksesori kulit lainnya berbahan kulit asli. 
Tak ayal, icon kerajinan kulit Kabupaten Magetan sudah cukup dikenal oleh masyarakat Nusantara selain daerah Tanggulangin yang berada di Sidoarjo, dan Cibaduyut yang berada di kota bandung Jawa Barat. Tahun 1960 pemerintah Kabupaten Magetan merintis usaha pengolahan kulit menjadi barang-barang kerajinan kulit. Jalan Sawo dipilih bukan tanpa alasan. Posisi sentra ini yang berada di perlintasan jalur menuju dan kembali dari Obyek Wisata Telaga Sarangan menjadi pendukung bagi pengembangan kepariwisataan di Magetan. Sehingga para wisatawanpun sebelum atau sesudah mengunjungi Telaga Sarangan dapat singgah di Sentra Industri Kerajinan Kulit Jalan Sawo. Beraneka ragam jenis kerajinan kulit disepanjang kawasan sentra ini menjadi pesona wisata belanja tersendiri. Harga pun bervariasi, mulai dari harga jaket kulit di sejumlah toko harganya berkisar Rp400 ribu. Sedangkan sandal dan sepatupun juga bervariasi, antara Rp35 ribu hingga ratusan ribu rupiah, sesuai jenis dan modelnya.Untuk pernak-pernik aksesoris kerajinan kulit dihargai sekitar Rp5ribu hingga Rp 25ribu per item. Anda akan menjumpai sentra ini ramai dirubung penunjung saat-saat liburan sekolah, tahun baru, dan terutama saat hari libur. Bahkan terkadang diharibiasapun berjajar bus-bus di sepanjang Jalan Diponegoro yang usai menuntaskan perjalanannya dari telaga Sarangan. 

Sentra Industri Kerajinan Kulit Magetan.

courtesy image:www.magetanindah.com

Kerajinan Kulit sebagai produk unggulan kota Magetan yang sejak dulu menjadi komoditi potensial, teramat sangat penting untuk terus dikembangkan dan mendapatkan perhatian semua pihak. Oleh sebab itu, sebenarnya dibutuhkan gerakan cerdas oleh semua elemen bangsa ini dalam memaksimalkan potensi industri masyarakat Indonesia yang tak lain menjadi upaya peningkatan pertumbuhan dan ketahanan ekonomi serta secara kajian sederhana berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. 
Ya, dan terakhir, sebagai Putera Daerah Kabupaten Magetan, kami tak kan pernah padam dengan asa dan cita, untuk turut berkontribusi membangun Daerah kami. Sederhana, tekad kami membangun

Lambang Daerah



DASAR
  • Surat Keputusan DPRD-GR Kabupaten Magetan tanggal 24 Oktober 1868 Nomor : DPRD/36/Lb./26/1968
BENTUK LAMBANG
  • Bentuk secara keseluruhan adalah kulit dari seekor ternak, suatu ciri khas dari Daerah Kabupaten Magetan yang terkenal dengan kerajinan kulit
ISI GAMBAR/LAMBANG
  • Bintang melambangkan bahwa penduduk Kabupaten Magetan meyakini dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Disamping itu juga merupakan suatu cita-cita yang tertinggi dengan berlandaskan Pancasila
  • Keris merupakan pusaka yang keramat bagi Bangsa Indonesia pada umumnya dan melambangkan suatu kewibawaan
  • Gunung dan Asap melambangkan Gunung Lawu dan asapnya merupakan gunung yang tertinggi dan terbesar di daerah Kabupaten Magetan, menggambarkan kemegahan dan kesuburan daerah
  • Telaga Pasir melambangkan kebanggaan daerah, sumber kemakmuran dan obyek wisata
  • Padi dan Kapas melambangkan cita-cita kemakmuran
  • Roda Bergerigi (hanya sebagian yang terlihat)  menggambarkan kegiatan kerja para karyawan dengan segenap lapisan masyarakat lainnya untuk mencapai cita-cita kemakmuran
PERPADUAN ISI DARI ISI GAMBAR / LAMBANG
  • Perpaduan yang memancarkan dari keris dan bintang sebanyak 17 berkas, menyatakan tanggal 17
  • Kapas sebanyak 8 buah melambangkan Bulan Agustus
  • Butir padi yang berisi 45 buah melambangkan angka puluhan dan satuan angka tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu 1945
WARNA-WARNA YANG MENGANDUNG WARNA
  • Hijau dan kuning merupakan warna pertanian, hijau tua adalah warna dari tanaman yang subur, sedangkan kuning adalah butir padi yang tua
  • Kuning emas melambangkan keluhuran kepribadian Bangsa Indonesia
JIWA DAN MAKNA LAMBANG
  • Dengan memperhatikan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan tentang jiwa serta makna lambang bahwa Pemerintah Kabupaten Magetan dengan segala lapisan masyarakatnya selalu siap mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
PERBANDINGAN UKURAN BAGIAN-BAGIAN LAMBANG
  • Gambar Lambang digambarkan dengan mengambil pedoman garis bidang lambang yang berbentuk empat persegi panjang
  • Panjang garis bidang lambang - lebar = 5:4
  • Jarak garis bidang lambang bagian atas sampai puncak keris : tinggi kesi, jarak pegangan keris sampai garis garis bidang lambang bagian bawah = 5:8:5
  • Panjang keris : panjang pegangan = 4:1
  • Bintang besarnya dapat disesuaikan dengan keadaan tempat
  • Jarak garis bidang lambang bagian atas sampai puncak gunung.  Tinggi gunung : jarak kaki gunung sampai garis bidang lambang bagian bawah = 3:1:2
  • Jarak garis bidang lambang bagian kiri tempat tulisan Magetan.  Panjang tulisan Magetan : tempat tulisan Magetan sampai garis bidang lambang bagian kanan = 1:1:1
  • Panjang tempat tulisan Magetan = 5:1
  • Tinggi gunung : tabel gunung (bagian yang tebal) lubang gunung bagian atas = 15:12:5 dan pata diubah 3:2:1
  • Tinggi puncak butir padi dan kapas lebih tinggi sedikit daripada tinggi puncak keris
  • Bagian kiri asap kelabu : lebar asap kelabu yang terlebar : bagian kanannya = 23:26:23
  • Besar gambar-gambar yang lain dapat disesuaikan dengan keadaan lambang
Demikian juga halnya dengan lekukan-lekukan pada bentuk lambang yang berbangun kulit direntangkan (dipenteng), dapat hanya dikira-kira saja.